Wikipedia

Hasil penelusuran

Kamis, 04 Januari 2018

ESSAY TENTANG KUNJUNGAN KE MAKAM LA MOHANG DAENG MANGKONA

Nama : Hana Noviana
Nim : 1714015044
Prodi : Sastra Indonesia (B) 2017

Hubungan La Mohang Daeng Mangkona dan Samarinda

Siapakah salah satu pendiri kota samarinda? Siapakah La Mahong Daeng Mangkona itu? Apakah arti dari Samarendah? Iya La Mahong Daeng Mangkona tidak asing sekali telinga kita untuk mendengar namanya, beliau adalah orang yang sangat berperan penting dalam cikal bakal berdirinya kota Samarinda. 
Makam Lamohang Daeng Mangkona terletak di Jl. Abdul Rasyid, Mesjid, Samarinda Seberang, Kota Samarinda, Kalimantan Timur 75251. Makam ini dijadikan sebagai cagar Budaya Nasional. Makam ini kira kira sudah berumur sekitar 350 tahun. Pendopo di pemakaman ini di bangun pada tahun 1994 yang bermodelkan sesuai dengan kebudayaan La Mahong Daeng Mangkona yaitu Bugis. Setiba di lokasi Makam akan ada seorang pemandu yang akan menjelaskan beberapa asal usul dari Makam La Mahong Deang Mangkona dan pemandu ini pun akan saling berbagi ilmu yang di ketahuinya yang sudah turun temurun di wariskan dari orang tuanya.
Awalnya nama La Mahong Daeng Mangkona dari Sulawesi adalah Tetah Putih kemudian di Samarinda terkenal dengan Daeng Mangkona yang artinya adalah menguasai.
Pada saat itu Daeng Mangkona bersama rombongannya yang sekitar 200 orang yang menaiki kapal dari Wajo memilih untuk meninggalkan kampung halaman mereka karena mereka tidak ingin tunduk pada pemerintahan kolonial Belanda yang pada saat itu sudah menguasai Kerajaan Gowa dan perpindahan Daeng Mangkona juga sebab adanya perjanjian Bongaya. 
Daeng Mangkona memilih untuk singgah ke wilayah kesultanan Kutai Kartanegara Ing Martadipura,di sana beliau telah meminta ijin kepada sultan Kutai pada saat itu untuk dapat menetap di daerah yang bernama Tanah Rendah. Pada saat itu lah Daeng Mangkona mulai mengembangkan daerah Tanah Rendah menjadi pusat perdagangan sebagai tempat perlabuhan singgah.
Adapun ketiga syarat merantaunya Daeng Mangkonya yaitu pertama menjaga prilakunya selama berada di daerah orang lain, kedua sebagai penanda saat beliau dan pasukannya meninggal dengan cara membuat nisan sebagai pengenal dan yang ketiga membawa senjata.
Tujuan dari Daeng Mangkona adalah untuk membantu perjuangan daerah kalimantan. Selain itu istri dan pasukan dari Daeng Mangkona juga tetap melestarikan budaya leluhur yaitu menenun kain secara tradisonal sehingga dapat mempengaruhi perdagangan kain tenun daerah Samarinda.
Sekitar pada tahun 1668, sultan kerajaan Kutai memerintahkan Pua Ado bersama rombongannya yang berasal dari tanah Sulawesi untuk membuka perkampungan di Tanah Rendah sebagai daerah pertahanan dari serangan bajak laut Filiphina selain itu sultan juga bermaksud untuk memberikan tempat untuk masyarakat Bugis untuk mencari suaka ke Kutai akibat adanya perperangan di daerah tanah Sulawesi.
Kemudian nama perkampungan yang mereka diami diberi nama Samarendah oleh Sultan Kutai, arti nama Samarendah ini tidak asal sebut tetapi mempunyai makna yang berarti semua penduduk yang memang asli maupun pendatang mempunyai derajat yang sama tidak adanya perbedaan antara satu sama lain antara orang yang bersuku Bugis, Kutai, Banjar, dan suku lainnya yang mendiami daerah Samarendah.
Dengan adanya rumah rakit yang berada di atas air harus sama tinggi dengan rumah lainnya yang melambangkan bahwa tidak adanya suatu perbedaan derajat dengan lokasinya yang berada di daerah sekita sungai Mahakam yang berulak dari kiri ke kanan sungai daratan atau rendah.
Selain itu lokasi pemukiman dinamakan Samarendah yang lama kelamaan ejaannya berubah menjadi Samarinda, sesuai dengan keadaan lahan yang terdiri dari dataran rendah dan daerah persawahan yang subur.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar